Rabu, 16 Desember 2015

PENENTUAN UMUR SIMPAN PADA PRODUK KERIPIK KENTANG DALAM KEMASAN METALIZED DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT)



BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Produk keripik kentang merupakan salah satu makanan ringan yang digemari masyarakat Indonesia, baik muda maupun tua. Keripik kentang memiliki sifat mudah menyerap uap air dari udara sekitar. Keripik kentang yang melempem, teksturnya tidak renyah, kurang nikmat untuk dikonsumsi dan mudah rusak. Keripik kentang yang dibuat harus menjamin kualitasnya dan perlu diberikan suatu informasi yang menyatakan ketahanan produk selama penyimpanan atau yang disebut dengan umur simpan. Umur simpan dipengaruhi juga oleh penutup produk/kemasan yang digunakan dan perlu diperhatikan kualitas kemasan yang digunakan agar terlindung dari kondisi luar yang dapat mengganggu umur simpan sehingga selama penyimpanan tidak sampai terjadi perubahan fisik yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen.
Kemasan yang biasa digunakan untuk mengemas produk kering, diantaranya kemasan plastik, aluminium foil, dan metalized. Kemasan yang digunakan untuk keripik kentang pada penelitian ini menggunakan kemasan metalized, karena merupakan pengembangan kemasan terbaik yang sama seperti aluminium foil yang memiliki daya lindung baik terhadap transfer oksigen dan uap air yang dapat menyebabkan keripik kentang cepat rusak.
Umur simpan keripik kentang sudah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan cara penyimpanan konvensional dengan menggunakan kemasan metalized dan memiliki masa simpan 5 bulan.  Cara ini menghasilkan hasil yang paling tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Oleh karena itu, diperlukan metode penentuan umur simpan cepat, mudah, murah, dan mendekati umur simpan yang sebenarnya. Ada metode penentuan umur simpan yang menjawab kendala-kendala tersebut, yaitu dengan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT), yaitu salah satunya model kadar air kritis dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Pemilihan metode penentuan umur simpan yang sesuai dengan karakteristik produk keripik kentang diharapkan dapat lebih cepat dan mendekati cara konvensional.
B.        Pembatasan Masalah
            Masalah penelitian dibatasi pada penentuan umur simpan produk keripik kentang dengan kemasan metalized melalui metode akselerasi dengan pendekatan terhadap kadar air kritis. Mutu produk keripik kentang ditentukan melalui uji kimia dan uji organoleptik. Uji kimia dilakukan terhadap kadar air kritis dan kadar air kesetimbangan. Uji organoleptik terhadap uji hedonik yaitu tekstur/kerenyahan. Tekanan uap jenuh yang dipakai untuk suhu 30o C adalah 31,8240 diambil dari tabel uap jenuh. Berat kering produk keripik kentang pada kemasan 75 gram dengan luas kemasan sebesar 0,0814 m2. Permeabilitas kemasan keripik kentang sebesar 0,0051.
C.        Perumusan Masalah
            Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah hubungan antara kadar air kritis keripik kentang dengan mutu keripik kentang.
2.      Bagaimanakah hubungan antara kadar air kesetimbangan keripik kentang pada RH 45%, 60%, dan 75% dengan RH di gudang penyimpanan.
3.      Bagaimanakah hubungan antara kurva sorpsi isotermis dengan penentuan umur simpan, dan berapakah umur simpan produk keripik kentang.
D.        Kegunaan Penelitian
            Kegunaan penelitian ini bagi mahasiswa khususnya dapat memperoleh gelar sarjana, memberikan pengetahuan, dan pengalaman yang lebih luas mengenai pemanfaatan umbi kentang. Penelitian ini pun diharapkan dapat digunakan sebagai literatur mengenai umur simpan bagi mahasiswa jurusan Teknologi Pangan Usahid. Hasil Penenlitian ini juga diharapkan dapat menjamin kemanan produk terhadap konsumen dan memberikan pengetahuan mengenai umur simpan dengan metode akselerasi menggunakan model kadar air kritis dan digunakan perusahaan dalam penentuan umur simpan bagi produk yang memiliki karakteristik penurunan mutu yang sejenis dengan produk keripik kentang tersebut.  


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.        Deskripsi Teoritis
1.         Keripik Kentang        
Makanan ringan adalah makanan yang bukan merupakan menu utama yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu dan dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk krupuk, keripik, jipang dan produk ekstrusi seperti chiki-chiki-an. Selain itu produk olahan kacang, termasuk kacang terlapisi dan campuran kacang (contoh dengan buah kering) serta makanan ringan berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik), juga masuk kedalam kategori makanan ringan.
Keripik kentang merupakan makanan ringan (snack food) yang lebih mengutamakan kenampakan (appearance), kerenyahan (tekstur) dan warna dibandingkan kandungan gizinya, sehingga peningkatan kualitas keripik kentang sebaiknya diarahkan pada peningkatan kerenyahan dan perbaikan warna agar lebih menarik (Wibowo, 2006). Keripik kentang adalah potongan tipis kentang yang digoreng deep fried atau dipanggang sampai kering. Keripik kentang umumnya disajikan sebagai pembangkit selera (appetizer) atau makanan ringan (snack). Keripik kentang secara umum adalah produk yang dihasilkan melalui tahapan pengupasan, pengirisan, perendaman dalam larutan dan penggorengan.
Untuk mendapatkan mutu keripik kentang yang baik ternyata banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain pemilihan varietas kentang dalam hal bentuk, ukuran, mata tunas, cara pengeringan dan cara penggorengan untuk mencegah pencoklatan. Sifat fisik umbi kentang merupakan faktor penting dalam pemilihan bahan baku untuk industri pangan. Sifat fisik yang berpengaruh meliputi: bentuk umbi, ukuran umbi, mata tunas dan kekerasan umbi, seperti yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Bentuk kentang
Bentuk kentang yang digunakan untuk pengolahan keripik adalah kentang dengan bentuk bulat atau bulat lonjong.
b. Ukuran Umbi
Umbi yang digunakan dalam pembuatan keripik kentang adalah umbi yang besar tanpa ada lubang ditengahnya.
c. Mata tunas
Mata tunas dapat mempengaruhi bentuk dan pengupasan kulit, karena mata tunas setiap umbi bervariasi dari mata tunas yang dangkal sampai mata tunas yang dalam. Untuk mempermudah pengupasan dan menekan kehilangan bahan pada saat pengupasan dibutuhkan kentang yang permukaannya rata (mata dangkal).
d. Kekerasan umbi
Untuk kebutuhan industri keripik kentang biasanya diperlukan kentang yang masih segar (baru dipanen). Apabila kentang telah mengalami penyimpanan terjadi perubahan bahan makromolekul menjadi molekul sederhana serta pengurangan kadar air sehingga secara visual terlihat adanya pengeriputan pada permukaan kulit dan umbi tidak keras. Terdapat hubungan antara kekerasan dengan kadar air. Varietas yang kadar airnya lebih rendah mempeunyai kekerasan umbi yang tinggi.
Prosedur pembuatan keripik kentang berdasarkan urutan kerja sebagai berikut:
a.       Pemilihan umbi kentang
Umbi kentang dipilih yang segar, sehat dan tidak cacat bentuk bulat lonjong, mata tunas dangkal, ukuran besar dan umbi yang keras (baru dipanen). Umbi kentang sebaiknya dipilih umbi kentang yang memiliki berat jenis yang tinggi untuk menghasilkan keripik yang lebih baik. Faktor ini biasanya ditentukan oleh varietas kentang, cara bercocok tanam, keadaan tanah, suhu/iklim, derajat ketuaan umbi.
b.      Pencucian bahan baku
Umbi kentang dicuci dengan menggunakan air bersih hingga kotoran atau tanah yang masih melekat pada kentang hilang, serta mengurangi kontaminan mikroorganisma yang tidak diinginkan yang terdapat pada kulit kentang, yang akan mengakibatkan turunnya mutu produk.
c.       Pengupasan
Kentang yang telah dicuci direndam dalam air bersih, selanjutnya dibuang mata tunas dan kulitnya. Pengupasan dilakukan selalu dalam air, tujuannya adalah agar tidak terjadi kontak langsung antara kentang yang telah dikupas dengan udara yang dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan pada permukaan kentang. Beberapa cara pengupasan umumnya dilakukan dengan cara manual yaitu dengan menggunakan pisau.
d.      Pencucian
Pembersihan awal dilakukan terhadap umbi yang telah dikupas untuk menghilangkan sisa pengupasan yang masih menempel, mata tunas, noda hitam, bagian yang kena hama dan penyakit, serta bagian yang berwarna hijau.
e.       Pengirisan
Kentang yang telah bersih dari kulit dan matanya selanjutnya diiris dengan alat pengiris (slicer) yang menggunakan pisau stainles. Keuntungan menggunakan pisau pengiris adalah seragam dalam ukuran dan ketebalan, serta praktis dan ekonomis dalam volume dan waktu yang digunakan. Irisan kentang langsung dimasukkan dalam air
f.       Perendaman
Kentang yang telah diiris direndam dengan air bersih. Proses perendaman dalam larutan kapur 1% dilakukan selama 1 malam (12 jam) untuk memperoleh tekstur umbi yang keras sehingga tidak hancur pada saat penggorengan. Pada perendaman ini tekstur irisan kentang menjadi keras karena terbentuknya kalsium pektat..
g.      Penggorengan
Proses penggorengan (deep frying) dilakukan pada temperatur ± 200 °C selama 5 detik tergantung pada tingkat kekeringan irisan umbi. Minyak yang digunakan dalam menggoreng mempunyai fungsi sebagai medium pindah panas dan memberikan flavor (perpaduan rasa dan aroma) tertentu pada produk akhir. Proses penggorengan dilakukan dalam katel dimana irisan kentang terendam di dalam minyak. Jumlah minyak yang terserap keripik sekitar 10-15 persen lebih rendah bila keripik digoreng dalam minyak yang pada suhu kamar berbentuk cair, dibandingkan bila keripik digoreng dalam minyak yang berbentuk padat pada suhu kamar.
h.      Pengemasan
Keripik yang telah digoreng kemudian dikemas dalam metalized.




Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Keripik Kentang (Balai Penelitian Tanaman Sayur Tahun 1998)


Syarat mutu keripik kentang menurut SNI 01-4031-1996 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Keripik Kentang menurut SNI 01-4031-1996
No.
Kriteria
Satuan
Persyaratan
1.
Bau
-
Normal
2.
Rasa
-
Normal
3.
Tekstur
-
Renyah
4.
Penampakan
-
Normal
5.
Utuh
fraksi massa, %
min. 65
6.
Remahan *)
fraksi massa, %
maks. 10
7.
Kadar air
fraksi massa, %
maks. 3
8.
Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat
fraksi massa, %
maks. 1,0
9.
Serat kasar
fraksi massa, %
maks. 3
10.
Akrilamida
μ/kg
170-3700
11.
Kadar abu tidak larut dalam asam
fraksi massa, %
maks. 0,05
12.
Timbal (Pb)
mg/kg
maks. 0,25
13.
Kadmium (Cd)
mg/kg
maks. 0,2
14.
Timah (Sn)
mg/kg
maks. 0,40
15.
Merkuri (Hg)
mg/kg
maks. 0,03
16.
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
maks. 0,25
17.
Angka Lempeng Total
koloni/g
maks. 1x104
18.
Escherichia coli
APM/g
< 3
19.
Staphylococcus aureus
koloni/g
maks. 1x102
20.
Kapang
koloni/g
maks. 5x101
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1996)
Keripik kentang utuh adalah bagian yang utuh dihitung berdasarkan massa keripik dengan bagian yang patah kurang dari 10 % dalam satu kemasan, sedangkan remahan merupakan bagian patahan dengan ukuran yang lebih kecil dari 1 cm2 dari kepingan keripik dalam satu kemasan. Harapan konsumen terhadap mutu keripik kentang diantaranya warna keripik kentang kuning sampai coklat merata, rasa keripik kentang yang gurih serta tekstur keripik kentang yang tidak kasar, kerenyahan keripik kentang yang baik adalah renyah saat dikonsumsi. Selain itu, keripik kentang yang tidak mengandung bahan yang membahayakan sangat diharapkan serta keripik kentang dikemas dengan kemasan praktis dan ergonomis.
2.         Pengemas
Pengemas atau dapat disebut juga dengan istilah etiket merupakan kemasan primer produk yang berfungsi sebagai wadah dan untuk mengkondisikan produk agar umur simpan produk lebih panjang, mudah disimpan diangkut dan dipasarkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama, yaitu:
a.                   Kerusakan yang disebabkan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologis).
b.                  Kerusakan yang bergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi, dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan).
Secara umum, fungsi pengemasan pada bahan pangan antara lain:
a.                   Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga ke konsumen, agar produk tidak berceceran, terutama untuk cairan, pasta, atau butiran.
b.                  Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.
c.                   Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan.
d.                  Meningkatkan efisiensi, misalnya: memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 10, 1 lusin, 1 gross, dan sebagainya), memudahkan pengiriman dan penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan.
e.                   Melindungi pengaruh buruk dari luar, melindungi pengaruh buruk dari produk di dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam, atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun, dan produk yang dapat menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi produk-produk lain disekitarnya.
f.                   Memperluas pemakaian dan penerimaan produk, misalnya penjualan kecap dan sirup mengalami peningkatan sebagai akibat dari penggunaan kemasan botol plastik.
g.                  Menambah daya tarik calon pembeli.
h.                  Sarana informasi dan iklan.
i.                    Memberi kenyamanan bagi pemakai.
Kemasan fleksibel adalah suatu bentuk kemasan yang bersifat fleksibel yang dibentuk dari aluminium foil, film plastik, selopan, film plastik berlapis logam aluminium (metalized film) dan kertas dibuat satu lapis atau lebih dengan atau tanpa bahan thermoplastic maupun bahan perekat lainnya sebagai pengikat ataupun pelapis konstruksi kemasan dapat berbentuk lembaran, kantong, sachet
maupun bentuk lainnya. Pemasaran kemasan ini akhir-akhir ini menjadi popular untuk mengemas berbagai produk baik padat maupun cair. Dipakai sebagai pengganti kemasan rigid maupun kemas kaleng atas pertimbangan ekonomis kemudahan dalam handling (Departemen Perindustrian, 2007). Jenis-jenis kemasan fleksibel, diantaranya kemasan kertas, kemasan film/plastik, aluminium foil, dan metalized, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Kemasan Kertas
Kemasan kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum ditemukannya plastik dan aluminium foil. Saat ini kemasan kertas masih banyak digunakan dan mampu bersaing dengan kemasan lain seperti plastik dan logam karena harganya yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya yang luas. Selain sebagai kemasan, kertas juga berfungsi sebagai media komunikator dan media cetak. Kelemahan kemasan kertas untuk mengemas bahan pangan adalah sifanya yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan. Sifat-sifat kemasan kertas sangat bergantung pada proses pembuatan dan perlakuan tambahan pada proses pembuatannya, fleksibel atau kemasan kaku.
Beberapa jenis kertas yang dapat digunakan sebagai kemasan fleksibel adalah kertas kraft, kertas tahan lemak (grease proof). Glassin dan kertas lilin (waxed paper) atau kertas yang dibuat dari modifikasi kertas-kertas ini. Wadah-wadah kertas yang kaku terdapat dalam bentuk karton, kotak, kaleng fiber, drum, cawan-cawan yang tahan air, kemasan tetrahedral dan lain-lain, yang dapat dibuat dari paper board, kertas laminasi,corrugated board dan berbagai jenis board dari kertas khusus. Wadah kertas biasanya dibungkus lagi dengan bahan-bahan kemasan lain seperti plastik dan foil logam yang lebih bersifat protektif.Sifat fisika dan kimia seperti permeabilitas (mudah dilalui) terhadap cairan, uap dan gas. Sehingga dapat dimodifikasikan dengan cara pelapisan atau laminating (dengan malam, plastik, resin, gum dan adesif). Kelebihan kemasan yaitu mudah didapat dan harganya lebih murah dibandingkan harga kemasan yang lain, sedangkan kekurangannya tidak mampu menahan produk yang berat dan kasar karena kertas sifatnya mudah koyak dan mudah menyerap air.
b.      Kemasan Film/Plastik
Bahan pengemas yang satu ini mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran). Monomer plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan manusia adalah vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinilidenklorida dan styrene. Monomer vinil klorida dan akrilonitril berpotensi untuk menyebabkan kanker pada manusia, karena dapat bereaksi dengan komponen DNA yaitu guanin dan sitosin (pada vinil klorida) sedangkana denin dapat bereaksi dengan akrilonitril (vinil sianida). Metabolit vinil klorida yaitu epoksi kloretilenoksida merupakan senyawa yang bersifat  karsinogenik. Tetapi metabolit ini hanya dapat bereaksi dengan DNA jika adenin tidak berpasangan dengan sitosin.
Vinil asetat dapat menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati pada hewan. Vinil klorida dan vinil sianida bersifat mutagenik terhadap mikroba Salmonella typhimurium. Akrilonitril dapat membuat cacat lahir pada tikus-tikus yang memakannya. Monomer akrilat, stirena dan metakrilat serta senyawa turunannya seperti vinil asetat, polivinil klorida (PVC), kaprolaktan, formaldehida, kresol, isosianat oragnik, heksa-metilendiamin, melamin,  epidiklorohidrin, bispenol dan akrilonitril dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung. Plastisizer seperti ester posporik, ester ptalik, glikolik, chlorinated aromatik dan ester asam adipatik dapat menyebabkan iritasi. Plastisizer DBP (Dibutil Ptalat) pada PVC termigrasi cukup banyak yaitu 55-189 mg ke dalam minyak zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak kedele pada suhu 30oC selama 60 hari kontak Plastisizer DEHA (Di 2-etilheksil adipat) pada PVC termigrasi ke dalam daging yang dibungkusnya (yang mengandung kadar lemak 20-90%) sebanyak 14.5-23.5 mg/dm2 pada suhu 4oC selama 72 jam. Plastisizer yang aman untuk kemasan bahan pangan adalah heptil ptalat, dioktil adipat, dimetil heptil adipat, di-N-desil adipat, benzil aktil adipat, ester dari asam sitrat, oleat dan sitrat. Stabilizer yang aman digunakan adalah garam-garam kalsium, magnesium dan natrium, sedangkan antioksidan jarang digunakan karena
bersifat karsinogenik. Beberapa jenis plastik diantaranya: PETE atau ETE (Polyethylene terephthalate), HDPE (High Density polyethylene), PVC (polyvinyl chloride), LDPE (Low Density Polyethylene), PP (Polypropylene), PS (Polystyrene), Other (Polycarbonate).


c.       Aluminium Foil
            Foil adalah bahan tipis dari logam yang digulung dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm dan memiliki lebar 1,52 meter hingga 4,06 meter. Umumnya foil tidak murni berbasis logam. Karakteristik aluminum foil dikagumi karena kuat, ringan, tahan panas, dan hampir kedap udara, tidak mengandung magnet, sehingga membantu memisahkan aluminium dari kaleng saat daur ulang. Kekedapan terhadap oksigen membuat aluminum foil merupakan kemasan ideal untuk ekspor karena sering mengalami kendala korosi. Selain itu, mudah dibentuk, sekalipun mudah berkerut. Aluminum foil sering digunakan sebagai lapisan dalam dari kontainer untuk melindungi produk dari kerusakan, seperti melapisi bagian dalam kotak jus. Meskipun dapat menahan lemak, ketahanannya terhadap asam dan basa masih kurang, sehingga memerlukan tambahan lapisan dari lilin atau lapisan kimia lain.
            Alumunium foil lebih ringan daripada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dapat menahan masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur ulang. Alumunium Foil adalah bahan kemasan berupa lembaran logam aluminum yang padat dan tipis dengan ketebalan <0.15 mm. Kemasan ini mempunyai tingkat kekerasan dari 0 yaitu sangat lunak, hingga H-n yang berarti keras. Semakin tinggi bilangan H-, maka Alumunium Foil tersebut semakin keras. Ketebalan dari Alumunium Foil menentukan sifat protektifnya. Jika kurang tebal, maka foil tersebut dapat dilalui oleh gas dan uap. Pada ketebalan 0.0375 mm, maka permeabilitasnya terhadap uap air = 0, artinya foil tersebut tidak dapat dilalui oleh uap air. Foil dengan ukuran 0.009 mm biasanya digunakan untuk permen dan susu, sedangkan foil dengan ukuran 0.05 mm digunakan sebagai tutup botol multitrip (Julianti, 2007).
Sifat-sifat dari Alumunium Foil adalah hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya sehingga dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang berlemak dan bahan-bahan yang peka terhadap cahaya seperti margarin dan yoghurt. Alumunium Foil banyak digunakan sebagai bahan pelapis atau laminan.
            Kombinasi Alumunium Foil dengan bahan kemasan lain dapat menghasilkan jenis kemasan baru yang disebut dengan retort pouch. Syarat-syarat retort pouch adalah harus mempunyai daya simpan yang tinggi, teknik penutupan mudah, tidak mudah sobek bila tertusuk dan tahan terhadap suhu sterilisasi yang tinggi (Julianti, 2007). Alumunium foil memiliki sifat-sifat yaitu tidak terpengaruh sinar matahari, tidak dapat terbakar, tidak bersifat menyerap bahan atau zat lain, tidak menunjukkan perubahan ukuran dengan berubah-ubah RH. Apabila secra ritmis kontak dengan air, biasanya tidak akan terpengaruh atau bila berpengaruh sangat kecil. Sifat-sifat mekanis alumunium foil yang sangat penting adalah “tensile strength“, elastisitas dan daya tahannya terhadap sobekan dan lipatan. Alumunium foil memiliki sifat tidak berbau, tidak ada rasa, tidak berbahaya dan higinis, tidak mudah membuat pertumbuhan bakteri dan jamur. Karena harganya yang cukup mahal, maka aplikasi dari Alumunium Foil sekarang ini banyak disaingi oleh metalized aluminium film.
d.      Metalized
            Plastik sebagai bahan kemasan yang baik adalah Metalized polyethyelen terepthalate (PET) untuk keripik kentang, kemasan untuk retort-pouch yang disterilkan dengan uap air adalah PET, aluminium foil dan polyolefin serta ethylene high vynil alcohol copolymer yang  pada bagian luar dan dalam dilapisi dengan lapisan PE agar bagus bariernya terhadap gas. Metalizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastik film dalam kondisi vakum. Walaupun lapisan penglogaman ini sangatlah tipis, sekitar 300-1000 Å (0,03-0,1 mikron) tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap dan menahan gas.
            Logam yang biasa digunakan untuk metalisasi adalah aluminum. Kemurnian aluminium yang digunakan adalah 99,9% dan diameter wire aluminium sebesar 1,96 mm. Proses metalisasi dilakukan dengan melelehkan dan menguapkan wire aluminium pada suhu 1.500 0C. Uap aluminium ini akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendinginan bersuhu sekitar 15 0C. Roll pendingin diseting pada suhu tersebut dengan tujuan agar film tidak meleleh ketika terkena uap aluminium yang panas. Plastik yang dilapisi logam (metalized plastic) dapat meningkatkan penampilan, mengarungi transmisi uap air dan O2 serta melindungi produk dari cahaya.
            Kelebihan plastik dari kemasan lain diantaranya adalah harga yang relatif rendah, dapat dibentuk menjadi berbagai macam bentuk dan dapat mengurangi biaya transportasi. Selain itu, plastik sebagai bahan pengemas memiliki sifat ringan, transparan, kuat, termoplastis, dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Permeabilitas kemasan terhadap uap air dinyatakan dalam kecepatan perpindahan uap air (WVTR/Water Vapour Transmission Rate) yaitu banyaknya uap air yang dapat melewati suatu kemasan per hari pada kondisi atmosfer tertentu dan dinyatakan sebagai gram H2O/hari/m2. Konstanta  permeabilitas (k/x) dinyatakan dalam berat uap air yang dapat menembus suatu kemasan per hari pada beda tekanan parsial air sebesar  1 mmHg dan dinyatakan sebagai H2O/hari.m2.mmHg  untuk tebal dan suhu serta kelembaban relatif tertentu. Oleh karena itu,  WVTR harus dikonversi menjadi (k/x) dengan persamaan :         
k/x = WVTR / (Po*RH)
keterangan :
k/x                   = konstanta permeabilitas kemasan
WVTR            = nilai transmisi uap air
RH                  = nilai kelembapan ruangan yang digunakan           

3.         Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan

Menurut Arpah (2007) umur simpan adalah selang waktu yang menunjukkan antara saat produksi hingga saat akhir dari produk masih dapat dipasarkan, dengan mutu prima seperti yang dijanjikan. Institute of Food Technologist  mendefinisikan umur simpan sebagai waktu yang dibutuhkan suatu produk untuk mengalami kerusakan hingga tingkat yang tidak dapat diterima pada
kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan yang spesifik.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan pangan yang dikemas adalah :
a.         Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, seperti  kepekaan terhadap perubahan kimia internal dan fisik
b.         Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume
c.         Kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban 
d.         Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan  bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.
Pendugaan umur simpan bahan pangan atau produk pangan sangat penting untuk mengetahui masa kadaluarsa suatu produk, yaitu suatu masa bagi produk tidak layak untuk dikonsumsi atau produk tersebut sudah terdapat dalam kondisi yang tidak sesuai dengan keterangan yang tertera pada label kemasan. 
            Umur simpan suatu produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan konsep studi penyimpanan produk pangan. Metode-metode yang umumnya digunakan dalam pendugaan umur simpan tersebut adalah metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS disebut juga dengan metode konvensional, yaitu penentuan tanggal kadaluarsa dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, tapi memerlukan waktu yang panjang serta analisa parameter mutu yang relatif banyak. Berbeda halnya dengan metode ESS, metode AAS membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan, metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat (accelerated) reaksi deteriorasi (penurunan mutu) produk pangan. Oleh karena itu, kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung. 
 ASLT merupakan metode pendugaan umur simpan yang dilakukan dengan cara menyimpan produk pangan pada suhu tinggi, sehingga produk cepat rusak. Metode ini banyak digunakan untuk produk yang perubahan parameter mutunya disebabkan oleh reaksi kimia (oksidasi lemak, denaturasi protein, reaksi maillard dan lain- lain). Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan, yaitu: pendekatan kadar air kritis dan persamaan Arhenius
Model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Dalam metode kadar air kritis ini kerusakan produk semata-mata disebabkan oleh penyerapan air
dari lingkungan hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak diterima
oleh konsumen secara organoleptik disebut kadar air kritis. Batas penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu organoleptik yang spesifik untuk setiap jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis
menyatakan umur simpan produk. Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa. Pada metode ini kondisi lingkungan penyimpanan memiliki kelembaban relatif (Relative Humidity) yang ekstrim. Persamaan matematika merupakan alat bantu yang digunakan dan pada akhirnya persamaan ini adalah deskripsi kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas dan lingkungan. Labuza (1984) menyatakan bahwa penambahan atau kehilangan kandungan air dari suatu bahan pangan pada suhu dan kelembaban (RH) yang konstan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
 

keterangan:
dw/dt = jumlah air yang bertambah atau berkurang per hari (gram)
k/x    = permeabilitas kemasan (g H2O/hari.m2.mmHg)
A      = luas permukaan kemasan (m2)
Pout  = tekanan uap air di luar kemasan (mmHg)
Pin    = tekanan uap air di dalam kemasan (mmHg)
Keseluruhan faktor yang memengaruhi umur simpan ini diformulasikan
oleh Labuza menjadi persamaan kadar air kritis. Persamaan Labuza ini dapat digunakan untuk menentukan umur simpan produk pada suhu dan kondisi RH tertentu, sebagai berikut:


keterangan :
θ = Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air 
awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari)
mo = Kadar air Awal produk (g H2O/g padatan)
mc = Kadar air kritis (g H2O /g padatan)
k/x = Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)
A   = Luas permukaan kemasan (m2)
Ws = Berat kering produk dalam kemasan (g padatan)
ΔP = Perbedaan tekanan luar dan dalam kemasan (mmHg) 


a.         Aktivitas Air (Aw)
            Peranan air dalam produk pangan dinyatakan dengan kadar air dan aw, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Kadar air bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan terutama untuk parameter higroskopisitas produk seperti snack (Sithole 2005). Aktifitas air (aw) digunakan untuk menggambarkan hubungan kandungan air dalam bahan pangan dengan daya tahan bahan pangan tersebut. Istilah ini menunjukkan jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Kadar air dalam bahan pangan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut. Aktivitas air merupakan faktor utama bagi pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis, dan sebagainya .
            Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan tersebut sedangkan ERH (Equilibrium Relative Humidity) menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Secara umum aktifitas air (aw) berhubungan erat dengan sifat fisik, kimia, dan biologi suatu bahan pangan daripada kandungan airnya (Cardenas 2000). Hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut :
1. Pada selang aw 0,7-0,75 atau lebih, mikroorganisme berbahaya mulai tumbuh dan produk menjadi beracun.
2.  Pada selang aw 0,6-0,7, jamur mulai tumbuh.
3.  Pada selang aw 0,35-0,5, makanan ringan mulai kehilangan kerenyahannya.
4.   Pada selang aw 0,4-0,5, produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau adanya guncangan mekanis.
b.         Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium)
            Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika tekanan uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk. Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan tertentu dalam periode waktu yang lama.
Kadar air kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk menentukan dan menggambarkan kurva sorpsi isotermis produk tersebut. Kurva tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perpindahan air selama
proses adsorpsi atau desorpsi. Proses penyerapan air (adsorpsi) terjadi saat kelembaban relatif lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan. Kelembaban relatif lingkungan yang lebih rendah dari pada kelembaban bahan menyebabkan terjadinya distribusi uap air dari bahan ke lingkungan melalui proses penguapan (desorpsi). Kadar air kesetimbangan meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktifitas air yang konstan (Kapseu 2006). Selain itu ditemukan pula hubungan secara eksponensial dalam menggambarkan ketergantungan antara sorpsi isotermis panas dengan kadar air
kesetimbangan (Goula 2008).
            Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara  meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan ditentukan dengan meletakkan bahan pangan pada kondisi udara yang bergerak. Metode dinamis sering digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar
bahan.
c.         Kurva Sorpsi Isotermis
            Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang penyimpanan dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan. Kurva ini menunjukkan aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan pangan sehingga banyak digunakan dalam penentuan umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan pengeringan. Kurva sorpsi isotermis juga menggambarkan proses hidrasi yang terjadi dalam hubungannya dengan interaksi kimiawi air pada molekul permukaan, pelepasan struktur molekul dalam mempercepat perpindahan, dan perubahan volume oleh molekul yang terbuka (Ballesteros 2007).  
Kurva sorpsi isotermis terbagi menjadi 3 daerah yang dipengaruhi oleh keberadaan air dalam suatu bahan pangan. Daerah A merupakan bagian adsorpsi yang bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B merupakan bagian terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan daerah C merupakan bagian terjadinya kondensasi air pada pori-pori bahan. (kondensasi kapiler). Kurva sorpsi isotermis secara umum dapat dilihat pada Gambar 2. Kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan sebagai ordinat terhadap aktivitas air (Aw) sebagai absis pada suhu konstan. Sorpsi Isotermis banyak dipakai dalam penelitian bahan pangan seperti umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan pengeringan.






Gambar 2.  Kurva Sorpsi Isotermis secara Umum (Anonim 2009)
Secara umum dapat dikatakan bentuk kurva sorpsi isotermis khas untuk setiap bahan pangan. Sorpsi isotermis dapat menggambarkan karakteristik bahan pangan dan memberikan informasi-informasi tentang kondisi relatif serangan dari mikroba selama penyimpanan (Kapseu 2006). Selain itu, kurva sorpsi isotermis juga dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan relatif tempat penyimpanan (Winarno 2004). Perubahan air mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan dapat ditentukan. Ada lima tipe kurva isothermis yang digambarkan oleh Brunauer, Deming dan Teller dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3, menurut Mathlouthi dan Roge (2003), tipe 1 merupakan  isotermis Langmuir yang menunjukkan adsorpsi monomolekuler dari gas oleh padatan berongga (solid porous) dalam jumlah terbatas. Pada tipe 2 merupakan kurva isotermis berbentuk sigmoid yang bersifat asimtot dengan mendekatnya nilai Aw ke 1. Kemudian tipe 3 merupakan isotermis Flory-Huggins, yaitu adsorpsi dari pelarut atau plasticizer seperti gliserol yang terjadi di atas suhu transisi glass. Sementara  itu,  tipe  4  merupakan  kurva  isotermis  yang menggambarkan proses adsorpsi oleh padatan hidropilik sampai hidratasi maksimal. Selanjutnya, pada tipe 5 merupakan  isotermis adsorpsi multilayer BET, yang menunjukkan adsorpsi uap air terhadap arang (charcoal).







Gambar 3. Lima Tipe Kurva Sorpsi Isotermis (Mathlouthi dan Roge 2003).
Umur simpan berdasarkan pendekatan kurva sorpsi isotermis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza sebagai berikut:
 



                                                                                                          
keterangan: 
θ          = Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari     kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan  
me       = Kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan)
mo       = Kadar air Awal produk (g H2O/g padatan) 
mc       = Kadar air kritis (g H2O/g padatan) 
b          = Slope kurva sorpsi isotermis 
k/x       = Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)
A         = Luas permukaan kemasan (m2) 
Ws       = Berat kering produk dalam kemasan (g padatan) 
Po        = Tekanan uap jenuh (mmHg)
            Parameter-parameter persamaan Labuza diatas dapat dikelompokkan ke dalam tiga unsur : unsur sifat fisik produk (me, mc, mo, ws dan b), unsur pengemas (k/x dan A) dan unsur lingkungan (RH penyimpanan dan b). Kurva sorpsi isotermis juga menggambarkan aktivitas adsorpsi (menyerap air) dan desorpsi (menguapkan air) dari bahan makanan. Pada bahan pangan, sorpsi isotermis air dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan relatif ruang tempat penyimpanan (Winarno, 2008). 

B.        Kerangka Berfikir
            Semakin banyaknya permintaan konsumen terhadap makanan ringan yang bermutu sehingga diperlukan pengembangan produk yang semakin meningkat. Pada produk makanan ringan yang kerenyahannya sangat dipertahankan, harus diperhatikan mutu yang salah satunya umur simpan harus diperhatikan. Dalam pendugaan umur simpan keripik kentang, faktor utama penurunan mutunya adalah kadar air, karena keripik kentang merupakan makanan ringan yang masuk ke dalam karakteristik produk kering dan renyah, sehingga kerenyahan yang berasal dari kadar air produk menjadi penentu dalam pendugaan umur simpan. Maka dari itu perlu dilakukan pendugaan umur simpan dengan metode yang sesuai yaitu metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) dengan Metode kadar air kritis.
Pembuatan keripik kentang ini terdiri dari umbi kentang yang digoreng dengan minyak kelapa sawit yang berfungsi untuk mengubah tekstur kentang menjadi renyah. Setelah produk jadi dan dikemas dengan menggunakan metalized, tahap selanjutnya yaitu proses penyimpanan. Faktor utama yang diteliti pada proses penyimpanan adalah kadar air dan uji organoleptik mutu hedonik tekstur. Penentuan umur simpan keripik kentang dilakukan terhadap kadar air kritis. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan kadar air kesetimbangan dengan beberapa RH, yaitu 45%, 60%, dan 75%. Hasil dari kadar air kesetimbangan kemudian diplotkan dengan masing-masing RH, sehingga membentuk kurva sorpsi isotermis. Metode yang baik adalah hasil umur simpan yang sama atau mendekati umur simpan yang dilakukan dengan cara konvensional. Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kerangka Berfikir
C.        Perumusan Hipotesis
            Kerangka berpikir yang telah dirumuskan kemudian dikemukakan hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1.      diduga adanya hubungan antara kadar air kritis keripik kentang dengan mutu keripik kentang.
2.      diduga adanya hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan RH penyimpanan.
3.      diduga adanya hubungan antara kurva sorpsi isotermis terhadap penentuan umur simpan keripik kentang.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.        Tempat dan Waktu Penelitian
            Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Product Development and Quality Control (PDQC) PT Indofood Fritolay Makmur Cikupa, Tangerang. Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 hingga September 2015.
B.        Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.         Variabel Penelitian
Variabel penelitian  adalah  atribut/sifat/nilai dari orang/objek/kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan  ditarik  kesimpulannya.  Variabel penelitian  terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
2.         Variabel Bebas
            Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari satu faktor yaitu RH penyimpanan, karena RH penyimpanan yang terdiri dari 3 tingkatan dalam pengujian kadar air kesetimbangan itu memengaruhi keripik kentang agar mencapai bobot konstan dan dicek kadar airnya yang kemudian diplotkan antara kadar air yang didapat dengan RH kesetimbangan untuk mendapatkan data slope dari kurva sorpsi isotermis yang digunakan dalam perhitungan untuk menentukan umur simpan keripik kentang.
3.         Variabel Terikat
            Variabel terikat  adalah  variabel  yang  dipengaruhi atau  yang  menjad i akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah umur simpan kentang goreng, karena semua pengujian yang dilakukan selalu memengaruhi umur simpan.
4.         Definisi Operasional
a.         Makanan ringan adalah makanan yang bukan merupakan menu utama yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu dan dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya.
b.         Keripik kentang adalah potongan tipis kentang yang digoreng deep fried atau dipanggang sampai kering guna pembangkit selera atau makanan ringan.
c.         Kadar air adalah penetapan kadar air dalam produk kentang goreng dengan metode gravimetri cara pengeringan oven.
d.         Kadar air kritis adalah kadar air dimana secara organoleptik produk sudah tidak dapat diterima oleh konsumen.
e.         Kadar air  kesetimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan
f.          Persamaan Labuza adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung umur simpan produk keripik kentang.
g.         Aktifitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air yang digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi.
h.         Kurva sorpsi isotermis adalah hubungan antara kadar air produk dengan RH penyimpanan produk atau aktivitas air pada suhu 30oC.
i.          Mutu keripik kentang adalah kualitas keripik kentang yang diperoleh dari hasil uji kimia dan organoleptik.
j.          Uji kimia adalah uji yang dilakukan terhadap kadar air.
k.         Uji Organoleptik adalah uji yang dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih berdasarkan uji hedonik terhadap penilaian umum keseluruhan keripik kentang.
l.          Uji hedonik adalah penilaian panelis terhadap kesukaan tekstur/kerenyahan produk keripik kentang.
m.        Umur simpan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang baik dan memuaskan.
n.         RH penyimpanan adalah kelembaban relatif  yang digunakan selama proses penyimpanan keripik kentang.
o.         Lama penyimpanan adalah banyaknya jumlah hari yang digunakan pada penyimpanan keripik kentang.
C.        Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang bertujuan untuk menentukan umur simpan produk keripik kentang dengan model persamaan Labuza. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan produk keripik kentang melalui pendekatan kadar air kritis. Penentuan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis dimulai dengan tahapan penentuan kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, dilanjutkan dengan penentuan nilai  slope kurva isotermis, permeabilitas kemasan, bobot serta luas kemasan. Parameter-parameter tersebut digunakan dalam perhitungan umur simpan Labuza.
1.         Penentuan Kadar Air Kritis (Mc, Moisture Critical)
            Sampel keripik kentang baik diberikan perlakuan penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang (30±20C) selama 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Sampel dianalisis secara organoleptik dan kimia untuk setiap penyimpanan. Analisis organoleptik yaitu uji hedonik terhadap parameter tekstur (kerenyahan) kepada 30 panelis tidak terlatih. Form skor hedonik yang dipakai dapat dilihat pada Lampiran 1. Analisis fisik berupa uji tekstur yaitu kerenyahan keripik kentang. Analisis kimia dilakukan dengan menentukan kadar air keripik kentang tiap perlakuan penyimpanan. Hasil uji organoleptik dibandingkan dengan uji kimia (kadar air) sehingga diperoleh kurva hubungan antara kadar air keripik kentang selama penyimpanan denga skor hedonik. Kadar air kritis ditentukan saat skor organoleptik secara hedonik bernilai 3 yaitu keripik kentang dinyatakan telah ditolak oleh panelis.
2.         Penentuan Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture Equilibrium)
            Nilai Me digunakan untuk memperoleh kurva garis isotermis untuk menghasilkan korelasi antara kelembaban relatif pada lingkungan dan kadar air pada keripik kentang, kemudian dari regresi dapat diketahui kelembaban relatif pada kondisi penyimpanan normal. Nilai RH yang digunakan pada penelitian ini untuk menghasilkan kurva sorpsi isotermis adalah 45%, 60%, dan 75%. Sampel keripik kentang sebanyak 10 gram dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat Climatic Chamber. Sampel ditimbang secara periodik tiap 2 jam sekali hingga mencapai bobot yang setimbang. Bobot yang setimbang ditandai dengan selisih penimbangan berturut-turut   2 mg untuk RH dibawah 90 % dan   10mg untuk RH di atas 90%. Sampel yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven (SNI 1996).
3.         Penentuan Nilai Slope (b) Kurva Sorpsi Isotermis
            Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linear (Arpah 2001). Daerah linear tersebut diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Titik-titik hubungan antara aktifitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b persamaan tersebut merupakan slope kurva sorpsi isotermis. Nilai b ditentukan dari model persamaan terpilih (kemiringan kurva sorpsi isotermis yang diasumsikan linier antara Mi dan Mc) untuk dimasukkan dalam rumus umur simpan Labuza. Nilai b yang digunakan merupakan kondisi RH yang digunakan pada penyimpanan di gudang penyimpanan produk yaitu sebesar 70%.
D.        Teknik Pengambilan Contoh
            Produk keripik kentang yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil trial skala produksi di PT Indofood Fritolay Makmur menggunakan bahan-bahan baku yang tersedia. Pengambilan contoh untuk perlakuan dan pengujian dilakukan secara sengaja dan terjadwal serta dilakukan secara acak.
E.        Teknik Pengumpulan Data
1.         Bahan
            Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku yang tersedia di PT Indofood Fritolay Makmur meliputi umbi kentang dan minyak goreng, bumbu tabur/seasoning, bahan pengemas Metalized.

2.         Alat
            Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pengatur kelembaban climatic chamber dengan tipe Memmert HPP 260, alat pembuatan keripik kentang, mesin sealing. Alat yang digunakan dalam analisis kimia dan organoleptik adalah oven, desikator, neraca analitik, botol timbang, cawan aluminium, alu dan lumpang.

                       




                                Gambar 5. Diagram Alir Proses Penelitian

F.         Teknik Pengujian
1.         Uji Kimia
            Kadar Air
            Prinsip dari penetapan kadar air yaitu bobot yang hilang selama pemanasan dengan oven pada suhu 105±2 oC selama 3 jam atau sampai diperoleh bobot tetap. Bobot yang hilang atau kadar air dihitung secara gravimetri. Botol timbang beserta tutupnya dipanaskan pada suhu 105±2 oC selama 1 jam didinginkan selama 45 menit dalam desikator kemudian ditimbang  sebagai w0. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram pada botol timbang, tutup, dan ditimbang sebagai w1, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105±2 oC selama 3 jam dalam keadaan terbuka (tutup botol, didalam oven). Setelah 3 jam botol timbang beseta tutupnya di masukkan ke desikator (dalam keadaan tertutup) selama 45 menit, kemudian ditimbang. Dilakukan pemanasan kembali selama 1 jam dan dilakukan secara duplo hingga diperoleh bobot tetap (w2). Kadar air diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:

% Kadar Air = W1 – W2 x 100 %
W1 – W0
keterangan:
W0   =  bobot botol timbang kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g)
W1   =  bobot  botol  timbang , tutupnya,  dan  contoh  sebelum  di  keringkan, dinyatakan dalam gram (g)
W2   = bobot botol timbang, tutupnya, dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g)


2.                  Uji Organoleptik
            Uji organoleptik terhadap produk keripik kentang dilakukan untuk mengetahui daya terima panelis terhadap tekstur/kerenyahan. Panelis yang melakukan penilaian sebanyak 30 orang panelis tidak terlatih. Panelis diminta untuk mengisikan score sheet sesuai kode yang dicantumkan terhadap parameter-parameter yang diujikan. Dalam penelitian umur simpan ini, uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik tekstur/kerenyahan. Rentang kriteria mutu hedonik dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.                  Uji Kadar Air Kritis
Kadar air kritis dilakukan dengan cara menyimpan produk keripik kentang tanpa kemasan pada suhu ruang hingga sampel mengalami penurunan mutu dan ditolak oleh panelis berdasarkan uji organoleptik (mutu hedonik kerenyahan). Keripik kentang yang diuji kadar air kritisnya di panel terhadap konsumen dengan uji mutu hedonik pada menit ke 0, 30, 60, 90, 120,150, dan 180 menit. Kadar air kritis ditentukan saat skor organoleptik secara hedonik (kerenyahan) oleh panelis bernilai 3, dimana keripik kentang dinyatakan telah ditolak oleh panelis.

4.                  Uji Kadar Air Kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan ditentukan dengan menimbang sampel keripik kentang sebanyak 10 gram dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat Climatic Chamber. Nilai RH yang digunakan pada penelitian ini untuk menghasilkan kurva sorpsi isotermis adalah 45%, 60%, dan 75%. Sampel ditimbang secara periodik tiap 2 jam sekali hingga mencapai bobot yang setimbang. Bobot yang setimbang ditandai dengan selisih 3 kali penimbangan berturut-turut ≤ 2 mg. Sampel yang telah mencapai berat konstan kemudian dimasukkan ke dalam kemasan Metalized, dan disimpan selama satu hari ke dalam Climatic Chamber, kemudian sampel diukur kadar airnya dengan metode oven. Setelah  semua data  kadar  air  diperoleh,  dibuat plot antara kadar air dengan RH penyimpanan  sehingga diperoleh persamaan regresi linier dan slope yang akan dimasukkan ke persamaan  Labuza.
G.        Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh berupa kadar air, uji organoleptik pada uji kadar air kritis, dan kadar air pada uji kadar air kesetimbangan dipisahkan agar mempermudah perhitungan. Tabel dibuat dan dianalisa dengan menggunakan Microsoft Excel. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linier antara variabel y dengan variabel x. Data yang diperoleh dari hasil pengujian selama penyimpanan diubah ke dalam bentuk persamaan regresi linier sederhana model garis lurus yaitu :
y= a + bx

Kadar air = α + slope (RH)


y merupakan variabel terikat (dependent), x merupakan variabel bebas (independent) , b merupakan nilai slope yang akan digunakan dalam perhitungan umur  simpan, dan α merupakan parameter yang tidak diketahui.
Pada persamaan ini akan diketahui nilai r (koefisien korelasi) yang akan menunjukkan  korelasi (hubungan)  antara  RH  penyimpanan  dengan  parameter pengujian. Jika nilai r mendekati +1 atau r mendekati -1 maka x dan y memiliki korelasi linier yang tinggi. Jika nilai r = +1 atau r = -1 maka x dan y memiliki korelasi yang sempurna. Jika nilai r  = 0 maka x dan  y tidak memiliki relasi (hubungan) linier.
Data-data perhitungan yang diperlukan untuk mendapatkan umur simpan dengan metode pendekatan kadar air kritis yaitu :
1. Kadar air kritis, dari uji organoleptik terhadap penolakan kosumen di bawah skala penolakan (skala 3).
2. Kadar air kesetimbangan, dipilih dari hasil kadar air yang RH penyimpanannya memiliki nilai yang mirip pada RH penyimpanan sesungguhnya (penyimpanan gudang PT Indofood Fritolay Makmur).
3.   Slope kurva kadar air kesetimbangan, didapat dengan cara memplotkan nilai kadar air  dan RH penyimpanan dan dibuat persamaan regresi liniernya.
4. Kadar air awal, kadar air awal produk diperoleh sebelum dilakukan perlakuan apapun.
5. Permeabilitas kemasan dan luas kemasan diambil dari data PDQC PT Indofood Fritolay Makmur untuk produk keripik kentang dengan ukuran kemasan 75 gram.
6.   Tekanan uap jenuh, diambil dari tabel uap pada suhu 30 0C.

7. Berat kering produk dalam kemasan 75 gram.

Setelah semua parameter uji diperoleh, maka langkah selanjutnya dimasukkan ke dalam perhitungan penentuan umur simpan dengan menggunakan persamaan Labuza, sebagai berikut:




keterangan:
θ    = Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan
  me = Kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan)
mo = Kadar air awal produk (g H2O/g padatan)
mc = Kadar air kritis (g H2O/g padatan)
b    = Slope kurva sorpsi isotermis
k/x = Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)
A   = Luas permukaan kemasan (m2)
Ws = Berat kering produk dalam kemasan (g padatan)
Po = Tekanan uap jenuh (mmHg)
Setelah semua data dimasukkan ke dalam persamaan diatas, maka akan diperoleh hasil akhir penentuan umur simpan  keripik kentang. Hasil pendugaan umur simpan keripik kentang metode kadar air kritis kemudian dapat dibandingkan dengan hasil pendugaan umur simpan metode konvensional. Jika nilai saling mendekati maka ketepatan nilai umur simpan bisa dikatakan tepat dan akurat.
                                                           BAB IV                                                          
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.                Mutu Keripik Kentang
Penentuan mutu keripik kentang dilakukan dengan menggunakan uji organoleptik terhadap kadar air awal keripik kentang. Kadar air merupakan parameter utama keripik kentang yang mudah mengalami perubahan terhadap RH lingkungan selama penyimpanan dibandingkan dengan parameter-parameter lainnya. Perubahan kadar air akan memengaruhi kerenyahan dari produk keripik kentang yang bersifat higroskopis ini, sehingga kadar air ditetapkan sebagai faktor utama yang mempengaruhi parameter produk sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen. Kadar air yang tinggi ditandai dengan tekstur yang lembek/tidak renyah yang.tidak disukai oleh konsumen.
Kadar air awal (Mo) merupakan persentase kandungan kadar air mula-mula yang dimiliki oleh keripik kentang setelah diproduksi dan siap untuk dipasarkan. Berdasarkan hasil analisa, diperoleh keripik kentang memiliki kadar air awal sebesar 1,94 %. Kadar air yang rendah yang dimiliki keripik kentang menunjukkan keripik kentang memiliki tekstur yang renyah dan bersifat higroskopis yang mengakibatkan terjadinya percepatan kerusakan mutu pada keripik kentang.

B.                 Kadar Air Kritis (Moisture Critical, Mc)
Kerenyahan dinyatakan sebagai parameter kritis yang mengakibatkan kerusakan keripik kentang berupa perubahan tekstur menjadi lembek atau melempem. Kondisi seperti ini disebabkan oleh penyerapan uap air dari lingkungan yang dapat meningkatkan kadar air produk. Oleh karena itu, kadar air dimana kerenyahan keripik kentang sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen secara organoleptik diasumsikan sebagai kadar air kritis.
Kadar air kritis pada penelitian ini ditentukan melalui beberapa tahap percobaan yaitu dengan keripik kentang tanpa kemasan di ruangan terbuka dengan suhu ruang 30±2 oC pada kisaran RH 75% - 85 %. Penyimpanan dilakukan selama 3 jam dengan selang pengujian tiap 30 menit. Setiap selang waktu tersebut dilakukan pengukuran terhadap kadar air dan uji organoleptik. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik terhadap tekstur/kerenyahan kepada 30 panelis tidak terlatih terhadap parameter tekstur. Jumlah panelis menunjukkan skor dibawah skala penolakan yaitu sebesar ≤ 3 yang terbanyak persentasinya dimiliki pada menit ke 180, yaitu berjumlah 27 orang panelis. Data hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 2. Jumlah Panelis yang Menunjukkan Skor Uji Hedonik Tekstur
Menit Ke-
Jumlah Panelis yang Menunjukkan
Skor Penolakan (Orang)
0
0
30
0
60
0
90
0
120
6
150
11
180
27

            Tabel 2. Menunjukkan jumlah panelis yang menyatakan tidak suka terhadap tekstur/kerenyahan yang di beri nilai ≤ 3, sehingga perlu dilakukan persentasi antara uji hedonik terhadap lama waktu yang digunakan agar produk tersebut tidak lagi disukai panelis. Dengan membagi jumlah panelis yang menunjukkan skor penolakan terhadap jumlah keseluruhan panelis yang kemudian dikali 100, sehingga diperoleh hasil persentasinya.
Gambar 6. Persentasi Uji Hedonik Tekstur
            Pada Gambar 6, Dapat dilihat semakin lama penyimpanan keripik kentang pada suhu ruang 30±2 oC pada kisaran RH 75% - 85 % maka semakin tinggi persentase panelis yang tidak menyukai tekstur yang mengalami perubahan mutu produk menjadi tidak crispy. Penentuan kadar air kritis dari hasil uji organoleptik dilakukan dengan cara melihat persentasi yang tertinggi pada menit tertentu ketika produk mengalami penurunan mutu yang dinyatakan dengan skala penolakan yaitu sebesar ≤ 3 untuk selanjutnya akan dimasukkan ke dalam perhitungan umur simpan. Kadar air pada menit ke 180 dinyatakan sebagai kadar air kritis karena pada menit tersebut persentasai tertinggi yang diperoleh dari hasil uji organolpetik terhadap tekstur/kerenyahan mengalami penurunan mutu tekstur/kerenyahan. Data kadar air menit ke 0 hingga menit ke 180 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Air Kritis Keripik Kentang
Menit Ke-
Kadar Air (%)
0
1,90
30
2,68
60
4,41
90
6,66
120
9,69
150
12,81
180
15,59
           
Berdasarkan hasil uji organoleptik tersebut, keripik kentang yang telah dinyatakan ditolak oleh panelis, diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Kadar air keripik kentang pada saat mencapai mutu kritis pada menit ke-180 adalah 15,59 %. Setelah diketahui kadar air dari tiap 30 menit, maka dijelaskan dengan kurva kelinieritasan kadar air terhadap lama waktu produk dibiarkan terbuka di suhu ruang tanpa kemasan. Pada Gambar 7, menunjukkan bahwa semakin lama produk dibiarkan terbuka pada suhu ruang dan kelembaban antara  75%-85%, maka kadar air juga semakin meningkat karena penyerapan uap air pada lingkungan.
Gambar 7. Grafik Kadar Air Kritis Keripik Kentang

Pada Gambar 7, persamaan linier yang dihasilkan dari uji kadar air kritis yaitu y= 0,079x + 0,541 dengan r2 0,971.  r2 yang diperoleh menjelaskan bahwa sebesar 97,10 % kadar air dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Penurunan kerenyahan diakibatkan adanya penyerapan uap air sehingga dapat merusak dan menurunkan nilai mutu. Kerenyahan dapat diartikan sebagai sifat getas suatu produk makanan kering tetapi mudah untuk dikunyah atau digigit.
Untuk perubahan warna, keripik kentang tidak terlalu mengalami perubahan warna yang signifikan seperti pada Tabel 4, sehingga untuk mengetahui keripik kentang  yang sudah mencapai mutu kritis dapat diketahui dari teksturnya saja. Tekstur dari keripik kentang yang telah mengalami penurunan mutu akan ditandai dengan kerenyahan yang menurun/lembek/melempem, berbeda dengan keripik kentang awal sebelum dilakukan perlakuan uji kadar air kritis yaitu masih renyah dan sangat disukai.


Tabel 4. Perbandingan Keripik Kentang Awal dengan Keripik Kentang pada Kadar Air Kritis.

Karakteristik
Keripik Kentang Awal
Keripik Kentang Kadar Air Kritis
Penampakan
Kadar Air
1,94 %
15,59 %

C.                Kadar Air Kesetimbangan (Moisture Equilibrium, Me)
Selama penyimpanan dalam berbagai kondisi RH akan terjadi interaksi antara produk dengan lingkungannya. Uap air akan berpindah dari lingkungan ke produk atau sebaliknya sampai tercapai kondisi kesetimbangan.Perpindahan uap air ini terjadi sebagai akibat perbedaan RH lingkungan danproduk, dimana uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH rendah.Tercapainya kondisi kesetimbangan antara sampel dan lingkungan ditandaioleh bobot sampel yang konstan. Bobot yang konstan ditandai oleh selisih antara 3 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yangdisimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampelyang disimpan pada RH di atas 90%  (Liovonen dan Ross dalam Adawiyah, 2006).
Uji kadar air kesetimbangan yang telah dilakukan dengan menyimpan keripik kentang pada berbagai tingkatan RH hingga bobot konstan dan di cek kadar airnya, maka didapat hasil kadar air kesetimbangan terhadap RH penyimpanan seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. RH Penyimpanan terhadap Kadar Air Kesetimbangan.
RH Penyimpanan (%)
Kadar Air Kesetimbangan (%)
45
0,19
60
0,24
75
0,51

RH penyimpanan yang digunakan pada penyimpanan sesungguhnya di gudang penyimpanan adalah sebesar 70 %, sehingga perlu diketahui slope pada RH 70 % dengan menggunakan linieritas kurva RH penyimpanan yang telah diperoleh dari Tabel 5. tersebut.

D.         Kurva Sorpsi Isotermis
            Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara kandungan air dalam bahan pangan dengan aktivitas air (Aw) atau kelembaban relatif penyimpanan RH ruang penyimpanan. Kurva sorpsi isotermis yang semakin meningkat, menunjukkan kenaikan RH keseimbangan akan mengakibatkan kenaikan kadar air keseimbangan dimana setiap titik RH mempunyai kadar air keseimbangan.
Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari percobaan masing-masing diplotkan dengan nilai aw atau RH lingkungannya, sehingga membentuk sebuah kurva yang disebut kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis untuk keripik kentang dapat dilihat pada Gambar 8, kurva tersebut memiliki bentuk yang menyerupai huruf S (sigmoid), namun tidak sempurna. Bentuk kurva sangat beragam tergantung sifat alami bahan pangan, suhu, kecepatan adsorpsi, dan tingkatan air yang dipindahkan selama adsorpsi atau desorpsi.
Gambar 8. Kurva Sorpsi Isotermis Keripik Kentang
Slope yang diperoleh dari hasil kurva sorpsi tersebut adalah 0,0106 yang kemudian digunakan dalam perhitungan untuk menentukan umur simpan.
E.                 Variabel Pendukung Umur Simpan Keripik Kentang
Selain penentuan umur simpan parameter-parameter yang disebutkan sebelumnya, dalam penentuan umur simpan keripik kentang perlu diperhatikan pula beberapa variabel pendukung seperti permeabilitas uap air kemasan, luas kemasan, bobot padatan perkemasan, dan tekanan uap murni pada suhu 300C.
Permeabilitas uap air kemasan (k/x) adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu sebagai akibat adanya perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk dengan lingkungannya pada suhu dan kelembaban tertentu. Semakin tinggi suhu yang dipakai untuk pengujian maka pori-pori kemasan akan semakin membesar dan nilai k/x meningkat. Oleh karena itu, dalam menentukan permeabilitas uap air kemasan harus dilakukan pada suhu konstan dan terkontrol.
Nilai permeabilitas ditentukan dengan membagi nilai WVTR (water vapor transmission rate) terhadap hasil perkalian antara  tekanan uap jenuh dan RH lingkungan. Nilai WVTR berdasarkan spesifikasi kemasan yaitu 0,1630. Nilai tekanan jenuh pada suhu 300C yang diperoleh dari table tekanan uap jenuh 31,8240 dan nilai RH yaitu 70 %. Nilai permeabilitas yang diperoleh adalah 0,0051 g/m2.hari.mmHg
k/x       = WVTR/P0 *RH
            = 0,1630/31,8240*0,70
            = 0,0051 g/m2.hari.mmHg
Nilai k/x digunakan untuk mengetahui pengaruh kemasan terhadap umur simpan. Nilai permeabilitas kemasan yang semakin rendah akan semakin baik untuk digunakan dalam mengemas produk kering yang memiliki sifat higroskopis yang tinggi karena uap air yang masuk ke dalam kemasan tersebut akan semakin sedikit sehingga dapat mempertahankan kerenyahan produk keripik kentang. Penggunaan kemasan yang tepat dapat memperpanjang umur simpan sebuah produk.
Berat padatan perkemasan (Ws) diperoleh dengan mengoreksi bobot keseluruhan dengan kadar air awal (Mo) keripik kentang, namun sebelumnya nilai % solid  harus diketahui terlebih dahulu untuk kemudian dikalikan dengan berat keripik kentang.
% solid            = (1-(Mo/(1+Mo)) ×100
                        = (1-(0,0194/1,0194)) ×100
                        = 98,0969 %
            Nilai % solid yang diperoleh kemudian dikalikan dengan berat keripik kentang per kemasan.
Ws       = W × (% solid/100)
            = 75 (98,0969/100)
            = 73,5719 gram
Berat keripik kentang di dalam kemasan adalah 75 gram, sehingga berat padatan perkemasan keripik kentang adalah 73,5719 gram. Luas permukaan kemasan (A) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi umur simpan produk keripik kentang. Penentuan luas kemasan dilakukan dengan mengalikan panjang dan lebar dari kemasan yang digunakan.
A         = p × l
= 0,37 m × 0,22 m
= 0,0814 m2
Kemasan keripik kentang memiliki panjang 0,37 m dan lebar 0,22 m, sehingga luas permukaan kemasan adalah 0,0814 m2. Robertson (2010), menyatakan bahwa semakin luas permukaan kemasan yang digunakan maka uap air yang masuk ke lingkungan akan semakin tinggi dan akan tersebar lebih meluas di dalam kemasan sehingga kadar air kritis pun akan cepat tercapai.
F.                 Penentuan Umur Simpan Keripik Kentang
Parameter lengkap untuk perhitungan umur simpan keripik kentang pada bobot kemasan 75 gram dapat dilihat secara rinci pada Tabel 6. Hasil dari perhitungan umur simpan dengan kadar air kritis menghasilkan nilai yang hampir sama dengan umur simpan metode konvensional yaitu 5 bulan. Perhitungan umur simpan keripik kentang, sebagai berikut :
= ln((Me-Mo)/(Me-Mc)) / ((k/x)(A/Ws)(Po/b))
= ln(0,0042-0,0194)/(0,0042-0,1559) /(0,0051*(0,0814/73,5719)*(31,8240/0,0106) = 135,3107 hari
 = 135,3107/30 = 4,5104 bulan.
Tabel 6. Parameter Perhitungan Umur Simpan Keripik Kentang
No.
Parameter
Hasil

Satuan
1
Kadar Air Kritis (Mc)
0,1559

g H2O/g padatan
2
Kadar Air Awal Produk (Mo)
0,0194

g H2O/g padatan
3
WVTR (P)
0,1630

g/m2.hari
4
Luas Permukaan Kemasan (A)
0,0814

m2
5
Permeabilitas kemasan (k/x)
0,0051


6
Berat Kering Produk (Ws)
73,5719

gram
7
Tekanan Uap Jenuh 300 C (Po)
31,8240


8
Kurva Linieritas
Slope = 0,0106


Intersept = -0,0032


9
Kadar air kesetimbangan pada RH 70
0,0042

g H2O/g padatan
10 
Umur simpan keripik kentang (hari)
135,3107

hari
 11
Umur simpan keripik kentang (bulan)
4,5104

Bulan
           
Pada Tabel 6, terlihat bahwa nilai umur simpan dengan metode konvensional  dibanding dengan nilai umur simpan metode kadar air kritis. Pada umur simpan dengan metode kadar air kritis dihasilkan nilai umur simpan keripik kentang selama 4,5 bulan atau sebanding dengan 5 bulan.
 

4 komentar:

  1. mbak maaf saya mau tnya untuk lebih jelasnya,cara menentkan nilai KA Me itu sendiri bgaimna yah?

    BalasHapus
  2. mohon respon yah mbak? kenapa di RH 70 dengan hasil KA me =0,0042 trimakasih sebelmnya

    BalasHapus
  3. saya mau tanya dengan wvtr yang nilainya 0.1630 yang setara dengan kemasan multilayer alumunium kenapa cuma tahan 4.5 bulan padahan produk dengan alumunium bisa jual dengan expired date diatas 1 tahun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mohon maaf slow respon. Karna Produknya menggunakan bumbu kering mempunyai self life juga. Tp penelitian saya blm Sampai kesitu.

      Hapus